widgeo.net

Minggu, 25 Januari 2015

"Wisata Sejarah"

Wisata Sejarah
  •  Gedung Daerah

 Gedung Daerah merupakan peninggalan residen Belanda yang dibangun pada awal tahun 1880. Arsitektur bangunan ini memadukan gaya Romawi dan Yunani, yang meski telah berulang kali direnovasi namun tidak meninggalkan bentuk aslinya.
Dalam catatan sejarahnya, Gedung Daerah merupakan kantor pusat pemerintahan Gubernur Riau yang pertama, S.M. Amin Nasution sebelum akhirnya pusat pemerintahan Provinsi Riau dipindahkan ke Pekanbaru. Saat ini Gedung Daerah digunakan sebagai kediaman Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, dan untuk menerima tamu-tamu resmi daerah.


  • Rumah Adat Tambelan
Rumah Adat Tambelan dibangun oleh masyarakat ada Tambelan (Gamenschaft) pada masa penjajahan Belanda. Rumah ini terletak di Jalan Diponegoro – Tanjungpinang, persis di belakang Gedung Daerah. Gedung ini diperuntukan bagi masyarakat Tambelan yang ada di Tanjungpinang ketika itu.Pada tahun 1929 Tambelan pernah ditetapkan sebagai daerah otonom di wilayah Residentie Riauw, dan Gamenschaft dikepalai oleh seorang Datuk kaya bernama Hasnan Yahya.


  • Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah


Gedung museum ini sudah ada sejak tahun 1918 sebagai sekolah Melayu berbahasa Belanda yang didirikan oleh kolonial Belanda dengan nama Hollandsch Irlandsch School (HIS). Pada zaman pendudukan Jepang, bangunan ini tetap dijadikan sekolah dengan nama Futsuko Gakko. Pada zaman kemerdekaan, gedung tersebut difungsikan sebagai Sekolah Rakyat dan kemudian berganti nama menjadi SD 1 sampai tahun 2004. Saat ini bangunan itu dijadikan Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah.


  • Makam Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah
 
Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah adalah sultan Riau pertama yang berkuasa dari tahun 1722 sampai 1760. Beliau adalah putra Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV (Sultan Johor) yang kekuasaannya direbut oleh Raja Kecil. Makam ini berada di wilayah Kampung Melayu KM 6 Tanjungpinang.



  • Gedung Kesenian Aisyah Sulaiman 
Gedung ini sebelumnya adalah aula tempat kegiatan siswa-siswa sekolah lanjutan yang didirikan pada tahun 1955. Aula ini kemudian menjadi tempat pertunjukan kesenian dan olahraga bulutangkis. Sekitar tahun 1970-an, aula diubah menjadi kampus Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama. Pada tahun 1988, gedung ini menjadi bangunan SMA Negeri 4 dan sekitar tahun 1991 menjadi SMA Negeri 5. Baru kemudian pada tahun 2004 bangunan ini dipugar dan diubah menjadi Gedung Kesenian Aisyah Sulaiman.


  • Gedung Hiburan Belanda 
Bangunan ini dibangun pada tahun 1928 yang dulunya digunakan sebagai gedung hiburan orang Belanda untuk dansa, minum-minum, dan bioskop. Kemudian bangunan itu digunakan sebagai sekolah rakyat menengah untuk kalangan etnis Tionghoa dengan nama Chung Hwa Riau. Saat ini bangunan itu menjadi bangunan sekolah SD dan SMP Bintan.


  • Kerkhoff (Kuburan) Belanda

Pemakaman ini merupakan pemakaman orang Belanda. Berdasarkan inskripsi yang terdapat pada nisan-nisan di perkuburan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa makam ini mulai dipergunakan pada abad ke-19 sampai abad ke-20. Angka tahun tertua yang terdapat pada nisan bertarikh tahun 1897, dan angka tahun termuda bertarikh tahun 1962. 

 
  • Benteng Prin's Hendrik Fort
Bangunan benteng ini dibangun untuk memenuhi kepentingan kolonial Belanda 200 tahun lalu. Pada tahun 1825 benteng itu diresmikan dengan nama Prin’s Hendrik Fort. Kemudian pada masa penjajahan Jepang, bangunan tetap difungsikan sebagai benteng, dan kini diambil alih oleh TNI Angkatan Laut dan digunakan sebagai rumah sakit.


  • Rumah Jil Belanda

Beberapa sumber menyebutkan bangunan penjara ini awalnya dibangun oleh Portugis pada tahun 1511. Kemudian bangunan itu disempurnakan dan diselesaikan oleh kolonial Belanda pada tahun 1867. Pada masanya bangunan ini merupakan penjara terbesar di wilayah pantai Timur Sumatera. Sejak zaman kolonial Belanda, Jepang, dan hingga kini bangunan itu tetap dipergunakan sebagai penjara. Bangunan itu sendiri masuk dalam salah satu benda cagar budaya di Tanjungpinang. 


  • Gedung SMPN 1 Tanjungpinang

Gedung sekolah ini dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda dengan nama Midel Baree Scholl. Saat ini bangunan itu tetap digunakan sebagai sekolah menengah pertama dengan nama Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tanjungpinang


  • Gedung Kantor Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Berdasarkan tulisan pada prasasti di depan pintu masuk, bangunan ini mulai dibangun pada tanggal 22 Mei 1931. Gedung ini dulunya digunakan sebagai kediaman pejabat Belanda, beratap limas dengan portico beratap tradisional Melayu.


  • Pulau Penyengat

Pulau  dengan ukuran panjang dan lebar sekitar 2 x I kilometer, yang terletak di sebelah Barat Tanjungpinang ini memiliki banyak peninggalan Benda Cagar Budaya yang erat kaitannya dengan perjalanan sejarah Kerajaan Riau. Pulau Penyengat mulai memiliki nilai penting ketika pada tahun 1719 Raja Kecil berperang melawan Tengku Sulaiman. Raja Kecil menjadikan pulau itu sebagai kubu pertahanannya dari serangan Tengku Sulaiman dari Hulu Riau yang dibantu lima bangsawan Bugis. Selanjutnya pulau ini menjadi lebih tersohor ketika Yang Dipertuan Muda Riau IV Raja Haji membangun beberapa benteng pertahanan, dan yang paling terkenal adalah Benteng Bukit Kursi. Benteng ini dibangun rangka menghadapi perang melawan Belanda, yang kemudian benar-benar terjadi selama tahun 1782 – 1784.
Pada tahun 1803, setelah pernikahan Sultan Mahmud dengan Engku Puteri Raja Hamidah binti Raja Haji, Pulau Penyengat dijadikan tempat tinggal dan dikenal dengan nama Pulau Penyengat Indera Sakti atau Pulau Maskawin.


  • Mesjid Sultan Riau
Mesjid Sultan Riau didirikan pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman (Marhum Kampung Bulang) tahun 1832. Bangunan utama mesjid ini berukuran 18 x 20 meter yang ditopang oleh 4 buah tiang beton. Dikeempat sudut bangunan, terdapat menara tempat Bilal mengumandangkan adzan. Pada bangunan Mesjid Sultan Riau terdapat 13 kubah yang berbentuk seperti bawang. Jumlah keseluruhan menara dan kubah di mesjid Sultan Riau sebanyak 17 buah yang melambangkan jumlah rakaat solat fardhu lima waktu sehari semalam.



  • Balai Adat Pulau Penyengat


Tempat ini bukanlah bangunan yang sudah tua namun hanya bangunan bangsal besar yang dahulu pemerintah setempat menggunakan bangunan ini untuk acara acara kebudayaan. Dibangunan ini terdapat pelaminan Melayu sehingga pengunjung bisa berphoto di atas pelaminan teersebut. Dibawah balai Adat terdapat sebuah sumur yang airnya bening dan rasa nya tawar. Inilah bukti legenda yang dahulu orang mengenal pulau Penyengat sebagai Pulau Air tawar.  

  • Komplek Makam Engku Putri
Engku Puteri Raja Hamidah adalah permaisuri Sultan Riau III, Sultan Mahmud Syah. Pulau Penyengat adalah mahar perkawinan mereka. Engku Puteri Raja Hamidah adalah anak Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda Riau IV, yang mangkat ketika melawan Belanda pada tahun 1784. Engku Puteri Raja Hamidah bermastautin di Pulau Penyengat setelah menikah dengan Sultan Mahmud pada tahun 1803, dan pulau Penyengat yang merupakan mahar perkawinan mereka itu dibuka sebagai kediaman Engku Puteri Raja Hamidah dan anak cucu zuriat Raja Haji Fisabillillah.Engku Puteri Raja Hamidah dikenal sebagai pemegang regalia atau alat kebesaran kerajaan Riau Lingga. Engku Puteri Raja Hamidah mangkat dan dimakamkan di Pulau Penyengat pada tahun 1844. Makamnya terletak pada sebuah kompleks pemakaman diraja yang disebut Dalam Besar.Pada Komplek Makam Engku Puteri juga terdapat makam Raja Ali Haji, yang terkenal dengan karyanya Gurindam 12, Kitab Pengetahuan Bahasa, dan Butanul Al Katibin. Selain itu, di Komplek Makam Engku Puteri juga terdapat makam Raja Ahmad, dan makam Raja Abdullah YDM Riau IX. Makam Engku Puteri berdampingan dengan makam Raja Hamidah yang terletak di daerah yang disebut dengan “Dalam Besar”.


  • Komplek Makam Raja Haji Fisabilillah

Raja Haji Fisabilillah yang juga digelari Marhum Teluk Ketapang adalah anak Daeng Celak (Yang Dipertuan Muda Riau II). Semasa hidupnya, Raja Haji Fisabilillah dikenal sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV (1777 – 1784). Beliau dilantik oleh Datuk Bendahara Tun Abdul Majid di Pahang, yang bertindak mewakili Sultan Mahmudsyah III. Ketika menjabat Yang Dipertuan Muda, Raja Haji Fisabilillah juga membangun Istana Kota Piring di pulau Biram Dewa yang dikenal sebagai Kota Baru. Raja Haji meninggal di Teluk Ketapang dalam peperang lautnya melawan armada Belanda di bawah pimpinan Jacob Van Braam. Peperangan antara Raja Haji dan pasukannya melawan armada Belanda dikenal dengan sebutan Perang Riau, dan merupakan perang bahari yang terbesar ketika itu. Makam Raja Haji Fisabilillah dipindahkan anaknya Raja Ja’far (Yang Dipertuan Muda Riau VI, 1844 – 1857) dari Malaka ke Bahjah Pulau Penyengat.


  • Makam Raja Abdulrahman 

Raja Abdurrahman adalah Yang Dipertuan Muda VII Kerajaan Riau-Lingga, ialah yang membangun Masjid Raya Pulau Penyengat. Pada masa pemerintahannya terjadi pengacauan oleh bajak laut, dan campur tangan pihak Inggris mempersulit Kerajaan Abdurrahman. Yang Dipertuan Muda Raja Abdurrahman kembali kerahmatullah pada tahun 1843. Gelar Posthumousnya adalah Marhum Kampung Bulang. Makamnya terletak di atas bukit yang memaparkan keindahan pemandangan pada masjid yang dibangunnya.


  • Komplek Istana Kantor

Istana Kantor adalah istana Raja Ali, Yang Dipertuan Muda Riau VII (1844 – 1857), atau yang juga disebut kemudian dengan Marhum Kantor. Istana Kantor menempati areal sekitar satu hektar yang seluruhnya dikelilingi tembok, dan puing-puing bangunan yang masih ada memperlihatkan kemegahannya di masa lalu.

  • Gedung Mesiu

Ini adalah bangunan dengan dinding tebal, kubah bertingkat, dan jendela kecil berjeruji besi. Dulu digunakan sebagai gudang tempat penyimpanan mesiu (obat bedil). Ada informasi yang mengatakan bahwa dulu terdapat empat bangunan sejenis di Pulau Penyengat.


  • Benteng Bukit Kursi
Disebutkan bahwa sarana pertahanan Bukit Kursi dibangun menjelang perang antara Kerajaan Riau dan Belanda pada tahun 1782 – 17Is84, pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau IV Raja Haji. Menarik untuk diketahui bahwa benteng di Pulau Penyengat itu justru dibangun untuk melindungi pusat kerajaan yang ketika itu berada di Hulu Sungai Riau dan Kota Piring – Biram Dewa. Pada masa itu, benteng tersebut merupakan salah satu benteng terbaik yang dilengkapi dengan meriam.


  • Perigi Putri/Pergi Kunci

Bangunan mungil yang berbentuk unik beratap kubah setengah silinder ini merupakan tempat permandian bagi kaum wanita terutama para putri Bangsawan Kerajaaan Riau-Lingga. 


  • Komplek Makam Daeng Kamboja

Di komplek makam Daeng Kamboja di Kelurahan Kampung Bugis, terdapat tujuh makam. Daeng Kamboja merupakan Yang Dipertuan Muda Riau III yang berkuasa pada 1745 sampai 1777, menggantikan Yang Dipertuan Muda Riau II Daeng Celak. Di sekitar makam Daeng Kamboja terdapat beberapa makam nisannya berbentuk pipih polos tanpa motif, hingga bentuknya menyerupai ujung kurawal yang tumpul.


  • Komplek Daeng Celak

Daeng Celak adalah Yang Dipertuan Muda Riau II yang memerintah pada 1728 – 1745. Daeng Celak merupakan ayah dari Yang Dipertuan Muda Riau IV, Raja Haji Fisabilillah. Pada komplek makam yang dikelilingi tembok setinggi 70 cm itu terdapat makam istri Daeng Celak, Engku Puan Mandak binti Sultan Jalil Riayat Syah, dan makam keluarga lainnya. 



  • Istana Kota Piring
Istana Kota Piring dulunya merupakan tempat kedudukan Yang Dipertuan Muda Riau IV, Raja Haji Fisabilillah. Bekas istana berupa tembok yang mengelilingi pulau ini masih dapat dilihat di sebuah pulau kecil yang bernama Pulau Biram Dewa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar