Wisata Sejarah
- Gedung Daerah
Gedung
Daerah merupakan peninggalan residen Belanda yang dibangun pada awal
tahun 1880. Arsitektur bangunan ini memadukan gaya Romawi dan Yunani,
yang meski telah berulang kali direnovasi namun tidak meninggalkan
bentuk aslinya.
Dalam catatan sejarahnya, Gedung Daerah merupakan kantor pusat pemerintahan Gubernur Riau yang pertama, S.M. Amin Nasution sebelum akhirnya pusat pemerintahan Provinsi Riau dipindahkan ke Pekanbaru. Saat ini Gedung Daerah digunakan sebagai kediaman Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, dan untuk menerima tamu-tamu resmi daerah.
Gedung museum ini sudah ada sejak tahun 1918 sebagai sekolah Melayu berbahasa Belanda yang didirikan oleh kolonial Belanda dengan nama Hollandsch Irlandsch School (HIS). Pada zaman pendudukan Jepang, bangunan ini tetap dijadikan sekolah dengan nama Futsuko Gakko. Pada zaman kemerdekaan, gedung tersebut difungsikan sebagai Sekolah Rakyat dan kemudian berganti nama menjadi SD 1 sampai tahun 2004. Saat ini bangunan itu dijadikan Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah.
Dalam catatan sejarahnya, Gedung Daerah merupakan kantor pusat pemerintahan Gubernur Riau yang pertama, S.M. Amin Nasution sebelum akhirnya pusat pemerintahan Provinsi Riau dipindahkan ke Pekanbaru. Saat ini Gedung Daerah digunakan sebagai kediaman Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, dan untuk menerima tamu-tamu resmi daerah.
- Rumah Adat Tambelan
- Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah
Gedung museum ini sudah ada sejak tahun 1918 sebagai sekolah Melayu berbahasa Belanda yang didirikan oleh kolonial Belanda dengan nama Hollandsch Irlandsch School (HIS). Pada zaman pendudukan Jepang, bangunan ini tetap dijadikan sekolah dengan nama Futsuko Gakko. Pada zaman kemerdekaan, gedung tersebut difungsikan sebagai Sekolah Rakyat dan kemudian berganti nama menjadi SD 1 sampai tahun 2004. Saat ini bangunan itu dijadikan Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah.
- Gedung Kesenian Aisyah Sulaiman
- Gedung Hiburan Belanda
Bangunan ini dibangun pada tahun 1928 yang dulunya digunakan sebagai
gedung hiburan orang Belanda untuk dansa, minum-minum, dan bioskop.
Kemudian bangunan itu digunakan sebagai sekolah rakyat menengah untuk
kalangan etnis Tionghoa dengan nama Chung Hwa Riau. Saat ini bangunan
itu menjadi bangunan sekolah SD dan SMP Bintan.
- Kerkhoff (Kuburan) Belanda
Pemakaman ini merupakan pemakaman orang Belanda. Berdasarkan inskripsi
yang terdapat pada nisan-nisan di perkuburan itu dapat ditarik
kesimpulan bahwa makam ini mulai dipergunakan pada abad ke-19 sampai
abad ke-20. Angka tahun tertua yang terdapat pada nisan bertarikh tahun
1897, dan angka tahun termuda bertarikh tahun 1962.
- Benteng Prin's Hendrik Fort
Bangunan benteng ini dibangun untuk memenuhi kepentingan kolonial
Belanda 200 tahun lalu. Pada tahun 1825 benteng itu diresmikan dengan
nama Prin’s Hendrik Fort. Kemudian pada masa penjajahan Jepang, bangunan
tetap difungsikan sebagai benteng, dan kini diambil alih oleh TNI
Angkatan Laut dan digunakan sebagai rumah sakit.
- Rumah Jil Belanda
Beberapa sumber menyebutkan bangunan penjara ini awalnya dibangun oleh
Portugis pada tahun 1511. Kemudian bangunan itu disempurnakan dan
diselesaikan oleh kolonial Belanda pada tahun 1867. Pada masanya
bangunan ini merupakan penjara terbesar di wilayah pantai Timur
Sumatera. Sejak zaman kolonial Belanda, Jepang, dan hingga kini bangunan
itu tetap dipergunakan sebagai penjara. Bangunan itu sendiri masuk
dalam salah satu benda cagar budaya di Tanjungpinang.
- Gedung SMPN 1 Tanjungpinang
Gedung sekolah ini dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda dengan nama
Midel Baree Scholl. Saat ini bangunan itu tetap digunakan sebagai
sekolah menengah pertama dengan nama Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Tanjungpinang
- Gedung Kantor Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Berdasarkan tulisan pada prasasti di depan pintu masuk, bangunan ini
mulai dibangun pada tanggal 22 Mei 1931. Gedung ini dulunya digunakan
sebagai kediaman pejabat Belanda, beratap limas dengan portico beratap
tradisional Melayu.
- Pulau Penyengat
Pulau dengan ukuran panjang dan lebar sekitar 2 x I kilometer, yang
terletak di sebelah Barat Tanjungpinang ini memiliki banyak peninggalan
Benda Cagar Budaya yang erat kaitannya dengan perjalanan sejarah
Kerajaan Riau.
Pulau Penyengat mulai memiliki nilai penting ketika pada tahun 1719
Raja Kecil berperang melawan Tengku Sulaiman. Raja Kecil menjadikan
pulau itu sebagai kubu pertahanannya dari serangan Tengku Sulaiman dari
Hulu Riau yang dibantu lima bangsawan Bugis. Selanjutnya pulau ini
menjadi lebih tersohor ketika Yang Dipertuan Muda Riau IV Raja Haji
membangun beberapa benteng pertahanan, dan yang paling terkenal adalah
Benteng Bukit Kursi. Benteng ini dibangun rangka menghadapi perang
melawan Belanda, yang kemudian benar-benar terjadi selama tahun 1782 –
1784.
Pada tahun 1803, setelah pernikahan Sultan Mahmud dengan Engku Puteri
Raja Hamidah binti Raja Haji, Pulau Penyengat dijadikan tempat tinggal
dan dikenal dengan nama Pulau Penyengat Indera Sakti atau Pulau
Maskawin.
- Mesjid Sultan Riau
Mesjid Sultan Riau
didirikan pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja
Abdurrahman (Marhum Kampung Bulang) tahun 1832. Bangunan utama mesjid
ini berukuran 18 x 20 meter yang ditopang oleh 4 buah tiang beton.
Dikeempat sudut bangunan, terdapat menara tempat Bilal mengumandangkan
adzan. Pada bangunan Mesjid Sultan Riau terdapat 13 kubah yang berbentuk
seperti bawang. Jumlah keseluruhan menara dan kubah di mesjid Sultan
Riau sebanyak 17 buah yang melambangkan jumlah rakaat solat fardhu lima
waktu sehari semalam.
Tempat ini bukanlah bangunan yang sudah tua namun hanya bangunan bangsal besar yang dahulu pemerintah setempat menggunakan bangunan ini untuk acara acara kebudayaan. Dibangunan ini terdapat pelaminan Melayu sehingga pengunjung bisa berphoto di atas pelaminan teersebut. Dibawah balai Adat terdapat sebuah sumur yang airnya bening dan rasa nya tawar. Inilah bukti legenda yang dahulu orang mengenal pulau Penyengat sebagai Pulau Air tawar.
Raja Haji Fisabilillah yang juga digelari Marhum Teluk Ketapang adalah anak Daeng Celak (Yang Dipertuan Muda Riau II). Semasa hidupnya, Raja Haji Fisabilillah dikenal sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV (1777 – 1784). Beliau dilantik oleh Datuk Bendahara Tun Abdul Majid di Pahang, yang bertindak mewakili Sultan Mahmudsyah III. Ketika menjabat Yang Dipertuan Muda, Raja Haji Fisabilillah juga membangun Istana Kota Piring di pulau Biram Dewa yang dikenal sebagai Kota Baru. Raja Haji meninggal di Teluk Ketapang dalam peperang lautnya melawan armada Belanda di bawah pimpinan Jacob Van Braam. Peperangan antara Raja Haji dan pasukannya melawan armada Belanda dikenal dengan sebutan Perang Riau, dan merupakan perang bahari yang terbesar ketika itu. Makam Raja Haji Fisabilillah dipindahkan anaknya Raja Ja’far (Yang Dipertuan Muda Riau VI, 1844 – 1857) dari Malaka ke Bahjah Pulau Penyengat.
- Balai
Adat Pulau Penyengat
Tempat ini bukanlah bangunan yang sudah tua namun hanya bangunan bangsal besar yang dahulu pemerintah setempat menggunakan bangunan ini untuk acara acara kebudayaan. Dibangunan ini terdapat pelaminan Melayu sehingga pengunjung bisa berphoto di atas pelaminan teersebut. Dibawah balai Adat terdapat sebuah sumur yang airnya bening dan rasa nya tawar. Inilah bukti legenda yang dahulu orang mengenal pulau Penyengat sebagai Pulau Air tawar.
- Komplek Makam Engku Putri
Engku
Puteri Raja Hamidah adalah permaisuri Sultan Riau III, Sultan Mahmud
Syah. Pulau Penyengat adalah mahar perkawinan mereka. Engku Puteri Raja
Hamidah adalah anak Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda Riau IV,
yang mangkat ketika melawan Belanda pada tahun 1784. Engku Puteri Raja
Hamidah bermastautin di Pulau Penyengat setelah menikah dengan Sultan
Mahmud pada tahun 1803, dan pulau Penyengat yang merupakan mahar
perkawinan mereka itu dibuka sebagai kediaman Engku Puteri Raja Hamidah
dan anak cucu zuriat Raja Haji Fisabillillah.Engku Puteri Raja
Hamidah dikenal sebagai pemegang regalia atau alat
kebesaran kerajaan Riau Lingga. Engku Puteri Raja Hamidah mangkat dan
dimakamkan di Pulau Penyengat pada tahun 1844. Makamnya terletak pada
sebuah kompleks pemakaman diraja yang disebut Dalam Besar.Pada
Komplek Makam Engku Puteri juga terdapat makam Raja Ali Haji,
yang terkenal dengan karyanya Gurindam 12, Kitab Pengetahuan Bahasa, dan
Butanul Al Katibin. Selain itu, di Komplek Makam Engku Puteri juga
terdapat makam Raja Ahmad, dan makam Raja Abdullah YDM Riau IX. Makam
Engku Puteri berdampingan dengan makam Raja Hamidah yang terletak di
daerah yang disebut dengan “Dalam Besar”.
- Komplek Makam Raja Haji Fisabilillah
Raja Haji Fisabilillah yang juga digelari Marhum Teluk Ketapang adalah anak Daeng Celak (Yang Dipertuan Muda Riau II). Semasa hidupnya, Raja Haji Fisabilillah dikenal sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV (1777 – 1784). Beliau dilantik oleh Datuk Bendahara Tun Abdul Majid di Pahang, yang bertindak mewakili Sultan Mahmudsyah III. Ketika menjabat Yang Dipertuan Muda, Raja Haji Fisabilillah juga membangun Istana Kota Piring di pulau Biram Dewa yang dikenal sebagai Kota Baru. Raja Haji meninggal di Teluk Ketapang dalam peperang lautnya melawan armada Belanda di bawah pimpinan Jacob Van Braam. Peperangan antara Raja Haji dan pasukannya melawan armada Belanda dikenal dengan sebutan Perang Riau, dan merupakan perang bahari yang terbesar ketika itu. Makam Raja Haji Fisabilillah dipindahkan anaknya Raja Ja’far (Yang Dipertuan Muda Riau VI, 1844 – 1857) dari Malaka ke Bahjah Pulau Penyengat.
- Makam Raja Abdulrahman
Raja Abdurrahman adalah Yang Dipertuan Muda VII Kerajaan
Riau-Lingga, ialah yang membangun Masjid Raya Pulau Penyengat. Pada masa
pemerintahannya terjadi pengacauan oleh bajak laut, dan campur tangan pihak
Inggris mempersulit Kerajaan Abdurrahman. Yang Dipertuan Muda Raja Abdurrahman
kembali kerahmatullah pada tahun 1843. Gelar Posthumousnya adalah Marhum
Kampung Bulang. Makamnya terletak di atas bukit yang memaparkan keindahan
pemandangan pada masjid yang dibangunnya.
- Komplek Istana Kantor
Istana Kantor adalah istana Raja Ali, Yang Dipertuan Muda Riau VII (1844 – 1857), atau yang juga disebut kemudian dengan Marhum Kantor. Istana Kantor menempati areal sekitar satu hektar yang seluruhnya dikelilingi tembok, dan puing-puing bangunan yang masih ada memperlihatkan kemegahannya di masa lalu.
- Gedung Mesiu
Ini adalah bangunan dengan dinding tebal, kubah bertingkat, dan jendela
kecil berjeruji besi. Dulu digunakan sebagai gudang tempat penyimpanan
mesiu (obat bedil). Ada informasi yang mengatakan bahwa dulu terdapat
empat bangunan sejenis di Pulau Penyengat.
- Benteng Bukit Kursi
- Perigi Putri/Pergi Kunci
Bangunan mungil yang berbentuk unik beratap kubah setengah silinder ini merupakan tempat permandian bagi kaum wanita terutama para putri Bangsawan Kerajaaan Riau-Lingga.
- Komplek Makam Daeng Kamboja
Di komplek makam Daeng Kamboja di Kelurahan Kampung Bugis, terdapat tujuh makam. Daeng Kamboja merupakan Yang Dipertuan Muda Riau III yang berkuasa pada 1745 sampai 1777, menggantikan Yang Dipertuan Muda Riau II Daeng Celak. Di sekitar makam Daeng Kamboja terdapat beberapa makam nisannya berbentuk pipih polos tanpa motif, hingga bentuknya menyerupai ujung kurawal yang tumpul.
- Komplek Daeng Celak
Daeng Celak adalah Yang Dipertuan Muda Riau II yang memerintah pada 1728 – 1745. Daeng Celak merupakan ayah dari Yang Dipertuan Muda Riau IV, Raja Haji Fisabilillah. Pada komplek makam yang dikelilingi tembok setinggi 70 cm itu terdapat makam istri Daeng Celak, Engku Puan Mandak binti Sultan Jalil Riayat Syah, dan makam keluarga lainnya.
- Istana Kota Piring
Tidak ada komentar:
Posting Komentar